Pewarta – Di tahun 2026 mendatang akan ditetapkan pengumuman label perolehan Penghargaan Adipura atau sebaliknya di cap sebagai Kota Kotor untuk setiap kota di Indonesia.
Depok merupakan salah satu kota yang tergolong rawan sampah, namun pemerintahannya tetap optimis dalam peraihan Adipura Kencana 2026 mendatang.
Pada penilaian Adipura Kencana kali ini sarat utamanya adalah kota harus bersih dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) liar serta berbagai sarat lain terkait kebersihan keindahan serta lingkungan kota yang sehat. Karenanya, Supian Suri Walikota Depok menekankan dengan tegas agar Depok bersih dari TPS liar.
Namun pada kenyataannya untuk menjadi Kota Depok yang berstandarkan Adipura masih jauh panggang dari api.
Kemelut persoalan sampah masih terus membayangi Kota Depok. Dari masoh banyaknya sampah yang menumpuk ditempat yang tidak semestinya, sampai kepada teguran dan sanksi penutupan Tempat pembuangan Akhir (TPA) Cipayung oleh Mentri Lingkungan Hidup Dr. Hanif Faisol Nurofiq karena peraktik pengelolaan open dumping yang jelas-jelad melanggar tata aturan.
Bukan cuma itu, munculnya ‘TPA siluman’ pun jelas memperberat langkah Kota Depok untuk peroleh Adipura.
Udara Kodratuloh Kepala Bidang Kemitraan dan Kebersihan (KK) pada Dinad Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok di ruang kerjanya (10/9) kepada wartawan mengatakan akan berusaha keras untuk menertibkan TPS liar di Kota Depok. Disamping itu pria yang akrap di sapa Uud itu menerangkan, untuk meminimalisir sampah di hulu, pihaknya terus berusaha merangsang masyarakat untuk sadar memilah sampah. Uud menerangkan, untuk penanganan sampah saat ini tidak lagi berpola kumpul, angkut, buang, melainkan kumpul, pilah, olah. Dengan pola demikian Uud berharap paling tidak volume sampah dari hulu akan susut 40%.
Pola revolusioner ini sangatlah tepat untuk lingkungan perkotaan. Terlebih jika masyarakat bisa mengolah sampah hingga bernilai ekonomi. Namun, jelas hal ini membutuhkan rentan waktu yang demikian panjang. Sementara, Kini depok tengah mengalami krisis sampah yang terbilang parah.
PENDISTRIBUSIAN SAMPAH
Depok yang memiliki luas wilayah sekitar 200,29 km² dan jumlah penduduknya pada akhir tahun 2024 adalah 2.010.912 jiwa jelas menghasilkan sampah yang demikian tinggi.
Dari 11 kecamatan dan 63 kelurahan, depok memiliki ratusan perumahan dan ribuan rumah tumbuh sebagai penghasil sampah. Luas wilayah serta jumlah sampah yang mencapai ribuan kubik per gari itu jelas membutuhkan armada pengangkut sampah yang memadai.
Kini Depok baru memiliki sekitar 160 truk pengangkut sampah. Jumlah ini jelas belum memadai. Atas situasi demikian, maka timbullah istilah plat hitam, yakni pengangkut sampah swasta.
Secara ril, jelas plat hitam tersebut membantu dalam hal pendistribusian sampah dari hulu ke hilir. Namun, secara hukum keberadaan plat hitam tersebut illlegal karena memang tidak ada kerjasama yang jelas antara plat hitam dengan instansi pemerintah terkait.
Ferry Dewantoro kepala UPT TPA Cipayung, Kota Depok saat dikomunikasikan per WA mengatakan tidak ada ikatan kerjasama resmi antara pihaknya dengan pengangkut sampah plat hitam.
Dari informasi yang didapat, ada pengelola plat hitam berbentuk forum. Dimana plat hitam menyetor uang bulanan kepada forum jika ingin tercatat sebagai pemanfaat TPA Cipayung sebagai pembuangan sampah akhir yang diangkut dari pelanggannya. Besaran setoran tersebut betfariadi dari 1 juta, hingga 3 juta per bulannya.
Uud pun mengakui keberadaan plat hitam yang melakukan pengangkutan dan pembuangan sampah warga dari hulu ke hilir. Walaupun “haram” namun hal itu dibiarkan oleh pihak penerintah.
“Memang ada wilayah yang belum dijangkau oleh kami, dan akhirnya masyarakat bermitra dengan plat hitam untuk membuang sampah rumah tangganya” terang Uud.
Disamping itu, Uud juga menegaskan, tidak ada pihak ketiga yang bekerjasama dengan pemerintah terkait pelayanan kebersihan di Kota Depok.

TIMBUL TPA LIAR
Bukan hanya TPS liar yg muncul di lingkungan Kota Depok, Tak tanggung, tanggung TPA liarpun muncul. Ribuan kubik sampah telah menumpuk di TPA non pemerintah yang letaknya di kecamatan yang sama dengan TPA resmi. Yakni Kecamatan Cipayung, di kawasan tanah merah.
Belum diketahui sebab pasti munculnya TPA liar, apakah karena ketidak mampuan TPA milik pemerintah dalam menampung dan mengelola sampah, atau ada hal lain di luar itu.
Lagi-lagi Uud mengakui benar adanya TPA liar dimaksud. Namun kata Uud,sekitar dua bulan lalu pihaknya sempat mengoperasi lokasi itu bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Depok, dan TPA itu sempat ditutup.
Namun, menurut pemantauan penulis, sampai berita ini diturunkan TPA masih aktif. Sampah pun kian menggunung.
Uud mengaku tisak tau kalau TPS liar itu aktif kembali. Yang jelas, aku Uud, dua bulan lalu pihaknya dudah melakukan tindakan penutupan bersama Satpol PP.
Saat diranya siapa pengelolanta, Uud mengaku tidak tau dan belum pernah berjumpa dengan pengelolanya.
Yang jelas, TPS liar di tanah merah itu sudah beroperasi selama berbulan-bulan, dan sampai saat ini masih tetap beroperasi. Tumpukan sampsh pun kian menggunung.
Banyak kalangan beranggapan terjadinta TPA liar itu ada kong kalikong antara oknum pemerintah dengan pengelola.
Seperti yang dikatakan Andra, pegiat pecinta lingkungan ini menilai mustahil kalau aktifitas rutin yang dilakukan setiap hari selama berbulan-bulan kemudian tidak diketahui aparat pemerintahan.
Jelas ini merupakan tindak kejahatan pencemaran lingkungan yang dilakukan secara terencana dan harus segera di tindak secara hukum.
“Kalau betul pihak pemerintah tidak mengetahui adanya aktifitas TPA liar, beraeti pihak pemerintah lemah dalam pengawasan, terlebih ini masalah sampah yang terkait dengan cita-cita walikota Depok Bapak Supian Suri yang menginginkan peraihan penghargaan Adipura Kencana. Sebaliknya, tak menutup kemungkinan ada upaya pembiaran demi kepentingan pribadi yang dilakukan oknum terkait. Allahualam” terang Andra. Endro